Optimismemedia.com – Pendidikan adalah pilar utama dalam membangun peradaban manusia. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek intelektual, tetapi juga pada akhlak dan spiritualitas. Salah satu lembaga pendidikan yang menjadi tonggak sejarah di Indonesia adalah pesantren. Pesantren telah lama menjadi pusat pembelajaran yang memadukan ilmu agama dan nilai-nilai tradisional.
Namun, dalam era digital, santri sebagai aktor utama pesantren menghadapi tantangan baru yang dihadirkan oleh media dan teknologi. Hadirnya media membawa pengaruh besar, baik dalam menyebarkan pengetahuan maupun dalam membentuk pola pikir dan perilaku.
Ayat Al-Qur’an menekankan pentingnya pendidikan, sebagaimana firman Allah SWT “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1).
Ayat ini menunjukkan urgensi membaca dan belajar sebagai langkah awal untuk memahami dunia dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Baca juga: Dari Pendidikan Agama ke Perayaan Kemerdekaan: Kegiatan Mahasiswa UNS di Boyolali
Pendidikan di pesantren selama ini identik dengan pengajaran kitab kuning, hafalan, dan pembentukan karakter. Meski terlihat tradisional, sistem pendidikan pesantren memiliki daya adaptasi yang luar biasa terhadap perubahan zaman. Dalam konteks ini, media digital memberikan peluang baru bagi santri untuk memperluas wawasan mereka tanpa meninggalkan akar tradisi.
Kehadiran media digital telah membuka pintu bagi santri untuk belajar dari sumber yang lebih luas. Ustaz Adi Hidayat dalam salah satu ceramahnya menyebut bahwa teknologi adalah alat yang dapat menjadi rahmat atau fitnah tergantung pada cara penggunaannya. Pemanfaatan teknologi oleh santri, seperti mengakses kajian agama melalui YouTube atau membaca kitab klasik yang sudah didigitalkan, menunjukkan bahwa media dapat mendukung proses pendidikan jika digunakan secara bijak.
Namun, penting juga diingat pesan Nabi Muhammad SAW “Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa usaha mencari ilmu harus diarahkan kepada tujuan mulia, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan sekadar untuk kepentingan duniawi.
Meski media menawarkan banyak peluang, tantangan yang dihadapi oleh santri di era digital tidaklah sedikit. Salah satu tantangan terbesar adalah banjir informasi yang tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai Islam. Media sosial, misalnya, sering kali menjadi tempat penyebaran hoaks, fitnah, dan konten yang tidak bermanfaat. Santri perlu memiliki kemampuan literasi digital untuk membedakan informasi yang benar dan salah.
Dalam maqolah ulama, Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya menjaga hati dan pikiran dari hal-hal yang merusak. Beliau berkata “Hati adalah cermin. Jika hati rusak, maka rusaklah akhlak dan amal manusia.” Pesan ini relevan di era media digital, di mana konsumsi konten yang tidak sehat dapat merusak akhlak dan kepribadian seseorang.
Selain itu, tekanan sosial dari media juga memengaruhi identitas santri. Pola hidup sederhana yang menjadi ciri khas pesantren sering kali bertentangan dengan gaya hidup konsumtif yang dipromosikan oleh media sosial. Tantangan ini memerlukan upaya kolektif dari pesantren untuk memperkuat karakter santri agar tetap teguh dalam menjalankan nilai-nilai Islami.
Di sisi lain, media juga membuka peluang besar bagi santri untuk berdakwah. Santri yang melek media dapat menggunakan platform digital untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Contoh nyata adalah banyaknya ustaz dan ulama muda lulusan pesantren yang aktif di media sosial. Mereka tidak hanya menyampaikan dakwah, tetapi juga membentuk opini publik tentang Islam yang moderat dan inklusif.
Baca juga: Menyelaraskan Tujuan Pembelajaran dengan Kesejahteraan Psikologis
Sebagai contoh, akun Instagram @santriwatiindonesia sering menampilkan potret kehidupan santri yang sederhana namun penuh makna. Unggahan ini tidak hanya menjadi inspirasi, tetapi juga menciptakan narasi positif tentang pesantren di tengah masyarakat modern.
Dalam konteks ini, peran pendidikan pesantren sangat penting dalam membekali santri dengan keterampilan komunikasi yang efektif. Hal ini sejalan dengan ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib:
“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman yang berbeda denganmu.”
Pesan ini menunjukkan bahwa pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan esensi nilai-nilai yang diajarkan.
Untuk menjembatani tradisi pesantren dengan tantangan era digital, beberapa langkah strategis perlu diambil. Pertama, pesantren harus mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum mereka. Program pelatihan tentang etika bermedia dan keamanan digital dapat membantu santri menjadi pengguna teknologi yang bijak.
Kedua, pesantren perlu memperkuat pendidikan karakter untuk menjaga identitas santri. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam dapat menjadi benteng moral bagi santri dalam menghadapi tantangan dunia maya.
Ketiga, kolaborasi antara pesantren dan lembaga teknologi dapat dilakukan untuk menciptakan aplikasi atau platform yang mendukung pembelajaran agama. Misalnya, aplikasi TafsirWeb yang menyediakan tafsir Al-Qur’an secara online, dapat diakses oleh santri untuk memperdalam pemahaman agama mereka.
Pendidikan santri di era media harus mampu menyelaraskan tradisi dengan teknologi. Media digital, jika dimanfaatkan dengan benar, dapat menjadi sarana dakwah yang efektif sekaligus memperluas wawasan santri. Namun, tantangan seperti informasi yang tidak valid dan tekanan sosial dari media juga harus diatasi dengan pendidikan karakter yang kuat.
Dalam perjalanan ini, pesantren memegang peran strategis sebagai penjaga tradisi dan agen perubahan. Dengan memadukan nilai-nilai Islam dan keterampilan digital, santri dapat menjadi generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual.
Sesungguhnya, tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).
Dengan pendekatan ini, pesantren tidak hanya akan terus relevan di era digital, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam mencetak generasi yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai