Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Mengapa Politisasi Agama Bisa Mengancam Stabilitas Sosial dan Politik?

Optimismemedia.com – Indonesia bersiap menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 pada 27 November mendatang. Namun, seperti halnya dalam Pemilihan Presiden awal tahun ini, politisasi agama kembali menjadi sorotan sebagai ancaman serius bagi keberhasilan pesta demokrasi.

Peneliti komunikasi politik Effendi Gazali mengingatkan bahaya penggunaan isu agama demi kepentingan elektoral semata, yang dinilainya dapat merusak kerukunan, persatuan, dan stabilitas politik nasional.

Effendi menilai, ketika agama dimanfaatkan sebagai alat politik, pesan-pesan keagamaan yang seharusnya netral sering kali terdistorsi. Hal ini, menurutnya, memunculkan persepsi bahwa pandangan tertentu adalah kebenaran mutlak, padahal hanya hasil manipulasi komunikasi religius.

Baca juga: LBH Semarang: Kandidat Cagub Jateng Belum Menyentuh Akar Masalah Lingkungan

“Orang bisa membayangkan diri mereka segera menuju surga dengan keindahan luar biasa, dibandingkan menghadapi realitas dunia,” ujar Effendi saat berbicara di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).

Efek dari politisasi agama ini, lanjutnya, adalah bias dalam pengambilan keputusan—baik secara individu maupun kolektif.

“Keadilan, kebenaran, hak asasi, hukum, hingga kesejahteraan hidup diukur melalui perspektif politisasi agama yang tidak selalu relevan,” ungkap doktor lulusan Radboud University tersebut.

Effendi menjelaskan, politisasi agama merupakan salah satu strategi komunikasi politik paling canggih. Prosesnya dimulai dari interaksi interpersonal hingga menyentuh ranah intrapersonal, yang secara perlahan melemahkan daya kritis individu. Salah satu cirinya adalah narasi penderitaan dan ketidakadilan yang dikaitkan dengan nilai-nilai agama, menciptakan resonansi emosional yang kuat di masyarakat.

Namun, memerangi politisasi agama di era keterbukaan informasi bukanlah hal mudah.

Baca juga: Adopsi AI di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Negara Maju

“Agama adalah bagian integral dari kehidupan sosial dan politik kita. Oleh karena itu, nilai kebangsaan dan keagamaan harus diutarakan secara harmonis,” jelas Effendi. Ia juga menekankan pentingnya membangun diskusi yang sehat tentang isu ini, baik di rumah, kampus, maupun dunia maya, untuk menandingi narasi negatif yang kerap muncul.

Effendi menyerukan peran aktif tokoh agama dan masyarakat dalam menjaga stabilitas sosial dan memperkuat persatuan.

Menurutnya, ulama yang sejuk, mendalam, dan dekat dengan rakyat sangat diperlukan untuk mengatasi dampak politisasi agama. Selain itu, pendidikan bagi generasi muda menjadi kunci penting dalam melawan fenomena ini.

“Generasi muda harus lebih peka terhadap bahaya politisasi agama, terutama dalam narasi politik,” kata Effendi.

Ia menekankan perlunya kedewasaan dalam mengelola informasi di media sosial. “Media sosial adalah kunci bagi anak muda. Kita perlu melibatkan mereka untuk peduli terhadap isu ini,” ujar Effendi.

Dengan membangun narasi positif dan edukasi yang kuat, politisasi agama diharapkan dapat diminimalkan, menjaga demokrasi Indonesia tetap sehat dan harmonis.

– Bersama Membangun Optimisme –

#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai

Bagikan

Cari Berita

Search

Berita Terbaru

dsss
Santri dan Media: Menyelaraskan Tradisi dan Teknologi
LLLLL
Menyelaraskan Tujuan Pembelajaran dengan Kesejahteraan Ps...
Sumber. Inews.id
Dari Desa Nepo ke Pasar Nasional: Sukses Kacang Nepo Berk...
rrrss
Dari Siwaslih hingga Sigaplapor: Teknologi Bawaslu Siap K...
WhatsApp Image 2024-11-24 at 10.26.46 PM
Seruan FKUB Jateng: Tolak Politik Uang, Hindari Politisas...

Kirim Artikel