Optimismemedia.com – Di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi mengakui adanya 12 dari 16 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di Indonesia, termasuk peristiwa-peristiwa penting seperti Tragedi 1965, Trisakti, dan Talangsari.
Namun, pengakuan tersebut tidak diiringi dengan langkah-langkah konkret untuk rehabilitasi dan pemulihan bagi korban yang terdampak.
Lebih lanjut, Jokowi juga tidak menunjukkan upaya untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa dengan mengadili para pelaku. Dalam konteks ini, kondisi hak asasi manusia selama pemerintahan Jokowi dinilai semakin memburuk.
Baca juga: KUPI dan INFID Fasilitasi Pertemuan Ulama Perempuan Internasional di Cirebon
Salah satu contoh yang paling menonjol dari penurunan situasi HAM ini terlihat di Papua. Pemerintah telah mengedepankan pendekatan militeristik, yang berujung pada pelanggaran HAM berat secara meluas.
Pendekatan tersebut menyebabkan berbagai bentuk kekerasan, mulai dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, hingga pembunuhan di luar hukum dan penyiksaan terhadap warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik.
Menurut data dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), pelanggaran HAM di Papua sepanjang tahun 2023 menunjukkan angka yang mencolok.
Sebanyak 42,6 persen kasus yang tercatat adalah penangkapan sewenang-wenang, diikuti oleh pembunuhan yang mencapai 30,8 persen, serta kekerasan seksual sebesar 2,6 persen.
Data ini menyoroti betapa seriusnya situasi pelanggaran HAM di wilayah tersebut dan menjadi perhatian bagi banyak pihak yang peduli terhadap perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai