Optimismemedia.com – Sampah antariksa terdiri dari benda-benda buatan manusia yang masih mengorbit, namun tidak lagi berfungsi. Koordinator Observatorium Nasional Timau dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Abdul Rachman, menekankan pentingnya pemantauan satelit dalam konteks isu sampah antariksa yang kini menjadi perhatian global dan dibahas dalam forum PBB setiap tahun.
“Isu sampah antariksa sangat penting karena sampah-sampah ini tidak bisa dikendalikan. Sehingga, bisa saja menabrak satelit yang masih aktif, yang dapat berakibat pada kerusakan yang fatal,” ungkap Abdul dalam webinar 100 Jam Astronomi untuk Semua pada Sabtu, 5 Oktober 2024, dilansir dari laman resmi BRIN.
Baca juga: Kontroversi Politik Dinasti di Sragen: Spanduk Provokatif Warnai Persaingan Pilkada
Abdul menjelaskan bahwa BRIN telah melakukan pengamatan terhadap satelit dengan teleskop berukuran kecil, yang paling besar memiliki diameter cermin 50 sentimeter.
Saat ini, BRIN sedang menyelesaikan pembangunan teleskop besar berdiameter 3,8 meter di Observatorium Nasional Timau, Kupang, NTT. Dia berharap teleskop raksasa ini akan digunakan untuk pemantauan satelit, mengingat kemampuannya yang sangat sesuai untuk tujuan tersebut.
“Pengamatan satelit sering kali diperlukan untuk mengatasi masalah pada satelit yang masih aktif, terutama jika terjadi kondisi darurat yang mengganggu komunikasi dengan stasiun pengendali di Bumi,” jelasnya.
Teknik pengamatan yang digunakan mencakup astrometri, fotometri, dan spektroskopi, yang juga diterapkan dalam pengamatan sampah antariksa.
Abdul menambahkan bahwa teleskop yang digunakan untuk mengamati satelit harus memiliki kecepatan gerak yang tinggi, karena objek-objek ini bergerak cepat di langit.
Sejak 2014, para peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN telah menggunakan berbagai instrumen, termasuk binokuler dan kamera digital, untuk memantau satelit.
“Namun, foto satelit yang diambil dengan teleskop akan terlihat sangat berbeda dengan foto benda astronomi seperti bulan dan galaksi. Biasanya, foto satelit hanya menampilkan garis lurus atau titik putih di antara bintang-bintang,” kata Abdul.
Dia juga mencatat tiga satelit yang mencerminkan perkembangan teknologi satelit buatan: Sputnik dari Rusia, satelit navigasi dan telekomunikasi modern, serta cubesat kecil yang saat ini banyak diluncurkan.
“Teknologi satelit semakin berkembang, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang paling kompleks,” pungkasnya.
Abdul menambahkan bahwa Jaringan Observatorium dan Planetarium Indonesia (JOPI) memiliki puluhan teleskop bermotor yang dapat berkontribusi dalam pengamatan satelit, memastikan manfaat teknologi luar angkasa terus dapat dinikmati masyarakat.