Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

HAM Tidak Sependek Hak Kebebasan Berpendapat

Optimismemedia.com – Hak kebebasan berpendapat menjadi senjata bagi seluruh warga negara untuk melakukan ekspresi, menuangkan isi batin dan fikiran. Memang, itu adalah salah satu dari sekian banyak produk dari Hak Asasi Manusia. Namun jika kita hanya mengambil satu poin tersebut tentu negara kita tidak akan segera maju dan berkeadilan.

Nyatanya banyak sekali poin lain dari HAM yang belum kita mengerti dan perhatikan. Padahal HAM memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sebut saja Hak pribadi, Hak milik pribadi dan kelompok sosial, Kebebasan sipil dan politik  dan Hak-hak yang berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.

Pada dasarnya, HAM berupaya untuk menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu pula upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah, dan negara.

Baca juga: Melawan Patriarki: Membangun Ketakwaan dan Tauhid dalam Tradisi Keagamaan

Dalam konteks pendidikan, Indonesia pada tahun 2023 lalu hanya mampu mencetak 10,15 persen sarjana dan 0,45 persen lulusan pascasarjana dari seluruh jumlah rakyat Indonesia sebanyak 280,73 juta jiwa. Padahal, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan universitas terbanyak dengan jumlah 3.277 universitas sampai dengan 2023 (databooks.katadata.id).

Tentu hal tersebut sangat memprihatikankan. Ditambah pula polemik Permendikbudristek No 2 Tahun 2024 mengenai kenaikan UKT diberbagai perguruan tinggi hingga 50 persen. Isu tentang pendidikan yang disinyalir akan mengarah pada komersialisasi pun ramai.

Angka putus sekolah tahun 2023 pun mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan SD / Sederajat sebesar 0,11 persen, jenjang SMP / sederajat sebesar 0,98 persen, SMA / sederajat sebesar 1,03 persen. Umumnya, ada 1 dari 1.000 penduduk yang putus sekolah di jenjang SD / sederajat. Meskipun persentase ini relatif kecil, angka putus sekolah di jenjang SMP/sederajat dan SMA / sederajat menunjukkan peningkatan yang signifikan (rri.co.id).

Miris rasanya, ketika generasi penerus bangsa tidak menikmati hak pendidikan. Seakan-akan tema Hari Anak Nasional 2024 “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” hanya menjadi utopia semata. Padahal pendidikan memainkan peran penting dalam pengembangan kapasitas individu dan masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah tidak hanya bertanggung jawab untuk menyampaikan pengetahuan akademik tetapi juga untuk membentuk karakter dan keterampilan sosial siswa.

Pendidikan 12 tahun membantu memutus rantai kemiskinan dengan memberikan peluang kerja yang lebih baik. Dengan keterampilan yang lebih tinggi, individu dapat memperoleh pekerjaan dengan gaji yang lebih baik, yang pada akhirnya meningkatkan standar hidup mereka dan keluarga mereka.

Pada konteks yang lain, dalam hak kesehatan, Hak atas kesehatan merupakan salah satu aspek penting dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang kerap terabaikan. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, pada tahun 2023, sekitar 21,5 persen anak di Indonesia mengalami stunting.

Meskipun angka ini mengalami penurunan sebesar 0,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 21,6 persen, data tersebut tetap menunjukkan bahwa masih banyak anak di Indonesia yang tidak mendapatkan asupan gizi yang memadai. Hal ini berdampak pada perkembangan fisik dan mental mereka. Situasi ini jelas menunjukkan pelanggaran terhadap hak anak untuk hidup sehat dan berkembang secara optimal.

Pada sektor lain, ranah ekonomi juga menunjukan data yang tidak jauh berbeda mirisnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2023 masih berada pada angka 9,36 persen. Data ini mengindikasikan bahwa masih terdapat sejumlah besar warga negara Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang layak.

Untuk memahami hal ini dan menyusun langkah untuk kehidupan yang lebih baik terdapat beberapa cara. Salah satunya ialah melalui kebijakan publik, karena hal itu merupakan komponen mendasar bagi keberlangsungan hak asasi manusia di Indonesia. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak setiap kebijakan publik selalu berdampak positif terhadap HAM melainkan ada pula yang justru mendegradasi nilai-nilai tersebut.

Mafhum diketahui bahwa terdapat kebijakan publik yang mengusulkan pembangunan di daerah malah tidak menghargai hak masyarakatnya. Tak sedikit kasus mengenai tidak terbayarnya ganti rugi tanah atas pembangunan di berbagai daerah. Belum lagi aparat keamanan yang bertindak secara koersif dan kekerasan.

Dengan menyadari bahwa HAM tidak sekadar hak kebebasan berpendapat sedikitnya menyadarkan kita bahwa terdapat dimensi lain yang perlu disasar dan dibenahi. Terlebih kita turut memerjuangkan nilai-nilai hak asasi manusia di lingkungan terdepat kita. Pada prinsipnya, bangsa ini memegang teguh nilai-niali hak asasi manusia dan demokrasi. Maka dengan itu, kita sebagai warga negara senantiasa turut memerjuangkannya baik sebagai subyek gerakan, pengawas atau pun pendukung.

– Bersama Membangun Optimisme –

#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai

Bagikan

Cari Berita

Search

Berita Terbaru

dsss
Santri dan Media: Menyelaraskan Tradisi dan Teknologi
LLLLL
Menyelaraskan Tujuan Pembelajaran dengan Kesejahteraan Ps...
Sumber. Inews.id
Dari Desa Nepo ke Pasar Nasional: Sukses Kacang Nepo Berk...
rrrss
Dari Siwaslih hingga Sigaplapor: Teknologi Bawaslu Siap K...
WhatsApp Image 2024-11-24 at 10.26.46 PM
Seruan FKUB Jateng: Tolak Politik Uang, Hindari Politisas...

Kirim Artikel