Optimismemedia.com – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sering kali menjadi indikator utama kesehatan ekonomi dan sentimen investor di Indonesia. Pada Rabu, 16 Mei, IHSG mengalami penurunan signifikan, terjebak di zona merah sepanjang hari, yang mencerminkan tekanan yang dihadapi pasar saham Indonesia (Liputan6.com, Angga Yuniar). Di tengah situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa perubahan besar dalam mekanisme perdagangan saham di BEI akan segera diberlakukan.
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, menyatakan dalam Capital Market Journalist Workshop-Media Gathering di Balikpapan pada Jumat, 17 November 2023, bahwa kebijakan short selling akan resmi diluncurkan pada Oktober 2024 (Bisnis.com, Rizqi Rajendra). Short selling, yaitu penjualan saham yang belum dimiliki dengan harapan untuk membelinya kembali di harga yang lebih rendah, terbukti meningkatkan transaksi saham di pasar modal luar negeri seperti Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Singapura. Peningkatan turnover transaksi di negara-negara tersebut berkisar antara 2% hingga 18% setelah penerapan kebijakan ini (CNBC Indonesia, Zefanya Aprilia). BEI menargetkan turnover transaksi short selling pada tahap awal sekitar 2%-3% dari daily turnover saat ini.
Baca juga: Alam Maut Dunia Bayang-Bayang: Menakar Bahaya Judi Online, Pinjaman Online dan Game Online
Selain kebijakan short selling, terdapat gagasan kontroversial lain yaitu penghapusan batas Auto Reject Atas (ARA) dan Auto Reject Bawah (ARB). Meskipun ide ini menarik perhatian, OJK belum memutuskan untuk menghapus batas ARA/ARB. Penghapusan batas ARA/ARB diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar dengan memungkinkan transaksi yang lebih bebas tanpa batasan harga tertentu. Namun, hal ini juga berarti bahwa fluktuasi harga saham dapat menjadi lebih tajam.
Seorang warganet berpendapat bahwa untuk meningkatkan transaksi IHSG, batas ARA/ARB harus dihapuskan dan tidak perlu adanya penghentian perdagangan untuk saham yang naik sedikit serta masuk dalam kategori Unusual Market Activity (UMA). Sementara itu, saham yang turun dibiarkan tanpa intervensi (oscardeluye). Menurutnya, penghapusan batasan harga akan mempermudah transaksi dan meningkatkan likuiditas pasar, meskipun dapat mengarah pada fluktuasi harga yang lebih tajam.
Bagi manajemen bisnis, pengenalan short selling dan penghapusan batas ARA/ARB membawa dampak signifikan. Penghapusan batas ARA/ARB diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar, tetapi juga memerlukan strategi manajemen risiko yang lebih canggih. Fluktuasi harga saham yang lebih tajam berarti keputusan investasi harus lebih cepat dan responsif terhadap perubahan pasar.
Dalam menghadapi volatilitas pasar yang meningkat, penggunaan alat derivatif seperti opsi dan futures mungkin menjadi lebih umum untuk melindungi nilai portofolio perusahaan dari pergerakan harga ekstrem. Pengelolaan risiko yang cermat dan transparansi dalam komunikasi dengan para pemangku kepentingan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan investor dan meminimalkan spekulasi negatif.
Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, menyebut bahwa terdapat 16 anggota bursa yang menunjukkan minat untuk terlibat dalam short selling. Namun, jumlah saham yang akan terlibat dalam short selling diperkirakan akan lebih sedikit dibandingkan dengan daftar saham margin, mengingat investor masih membutuhkan waktu untuk memahami karakteristik dan risiko short selling yang masih baru bagi mereka (Jeffrey Hendrik, BEI).
Perubahan ini juga memerlukan penyesuaian dalam kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Manajemen bisnis harus berkolaborasi dengan otoritas regulasi, seperti OJK, untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan meskipun ada peningkatan volatilitas pasar. Pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas short selling dan pelaporan yang lebih detail menjadi penting untuk menjaga integritas pasar (OJK).
Baca juga: Merosotnya Karakter Remaja Di Tengah Eksistensi Digital
Dengan diterapkannya kebijakan baru OJK mengenai short selling, manajemen bisnis harus memastikan bahwa mereka memantau aktivitas tersebut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan perusahaan. Ini termasuk mengembangkan kebijakan internal tentang bagaimana menangani volatilitas dan aktivitas short selling, serta kolaborasi dengan regulator untuk memastikan praktik yang sehat dan tidak merugikan pasar secara keseluruhan.
Dalam menghadapi tantangan baru ini, manajemen bisnis perlu mempersiapkan diri dengan baik. Ini mencakup pengembangan strategi investasi yang adaptif dan responsif terhadap perubahan pasar, serta pengelolaan risiko yang lebih efektif. Melalui transparansi, pengelolaan risiko yang cermat, dan kepatuhan terhadap regulasi, perusahaan dapat menghadapi perubahan ini dengan lebih siap dan efektif, serta membawa dampak positif bagi pasar modal Indonesia secara keseluruhan.
Mungkinkah langkah-langkah ini menjadi kunci untuk membuka potensi penuh IHSG dan membawa era baru bagi pasar modal Indonesia? Perubahan kebijakan yang signifikan ini dapat membuka peluang baru, tetapi juga memerlukan kesiapan dan strategi yang matang dari semua pihak yang terlibat. Hanya waktu yang akan menjawab apakah kebijakan ini akan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan dan membawa perubahan positif bagi pasar modal Indonesia.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai