Optimismemedia.com – Mahasiswa dari beberapa kampus negeri (PTN) telah melakukan unjuk rasa untuk menuntut penurunan uang kuliah tunggal (UKT) yang terus meningkat.
Mereka menuntut agar pemerintah memberikan bantuan lebih kepada mereka yang kuliah di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar tidak terjadi kesenjangan antara mereka yang kaya dan miskin.
Namun, realitasnya justru sebaliknya.
Akses pendidikan semakin terlihat menyempit, dan menurut Ubaid Matraji, pengamat pendidikan dan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), hanya sekitar 8 persen orang yang memiliki kesempatan untuk kuliah dan lulus menjadi sarjana.
Baca juga: SPBU di Matesih, Karanganyar Terbakar, Api Diduga Muncul dari Mobil
Ubaid berpendapat bahwa pemerintah harus memastikan bahwa anak-anak Indonesia yang kuliah di PTN dan PTS mendapat bantuan pembiayaan dari pemerintah untuk mengurangi kesenjangan.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat yang memiliki status ekonomi miskin atau menengah ke bawah harus dapat berkuliah dengan biaya yang terjangkau dan berkualitas.
Ubaid juga menyorot bahwa ketika pemerintah tidak adil, kesenjangan pendidikan semakin tinggi. Anak-anak miskin tidak dapat kuliah, sementara anak-anak kaya dapat mengikuti jalur perguruan tinggi favorit.
Padahal, anak-anak miskin dapat memiliki kemampuan dan kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang dicap sebagai orang kaya.
Namun, keterbatasan biaya membuat mimpinya terkubur. Orang kaya, meski tidak memiliki kemampuan mumpuni, dapat mendapat pendidikan bagus dan karier yang cemerlang.
Ubaid juga mencontohkan bahwa sarjana-sarjana yang masuk lewat jalur mandiri, kemampuannya buruk, akademiknya buruk, tapi mereka dapat jadi ahli.
Dengan demikian, pemerintah harus memastikan bahwa pendidikan di Indonesia menjadi lebih adil dan inklusif, sehingga setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas dan membangun masa depan yang lebih baik.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai
