Hari Pendidikan Nasional adalah momentum yang penting bagi setiap negara untuk merefleksikan dan memperjuangkan pentingnya pendidikan bagi perkembangan masyarakat dan bangsa. Namun, di balik peringatan yang meriah, sering kali kita terlupakan akan masalah yang tak kalah serius: perundungan di sekolah. Perundungan, atau yang lebih dikenal dengan istilah bullying, telah menjadi ancaman yang meluas di banyak institusi pendidikan di seluruh dunia. Oleh karena itu, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2024 ini, kita perlu merenungkan bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan penuh penghargaan.
Berdasarkan laporan dari databoks, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat adanya 30 kasus perundungan di sekolah selama tahun 2023, yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 21 kasus. Data ini juga diperkuat oleh hasil Asesmen Nasional tahun 2021 dan 2022, serta Rapor Pendidikan tahun 2022 dan 2023, yang menunjukkan bahwa sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai bentuk perundungan. Selain itu, FSGI juga mencatat bahwa selama tahun 2023, terdapat 46,67% kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekolah dasar.
Baca juga: Pentingkah Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran? Begini Paparan Peneliti BRIN
Pertama-tama, penting untuk memahami akar masalah perundungan di sekolah. Perundungan tidak terjadi begitu saja. Ini sering kali merupakan hasil dari ketidaksetaraan, ketidakpahaman, dan bahkan kekerasan struktural yang ada dalam masyarakat. Diskriminasi berbasis ras, gender, orientasi seksual, atau bahkan hanya perbedaan kecil saja bisa menjadi pemicu perundungan (Mestry, dll, 2003). Oleh karena itu, pendekatan untuk menangani perundungan haruslah holistik.
Salah satu cara untuk mengatasi perundungan adalah melalui pendidikan yang inklusif dan pencegahan yang terintegrasi. Sekolah harus menjadi tempat di mana setiap individu merasa diterima dan dihargai, tanpa memandang perbedaan apa pun. Inisiatif pendidikan tentang toleransi, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kurikulum. Guru dan staf sekolah juga perlu dilatih untuk mengidentifikasi tanda-tanda perundungan dan menangani kasus-kasus tersebut dengan sensitivitas dan keberanian.
Namun, tidak cukup hanya dengan pendekatan pendidikan saja. Perlu adanya kebijakan yang kuat dan tegas untuk melindungi korban perundungan dan menegakkan akuntabilitas bagi para pelaku (Saraswati, 2019). Hal ini meliputi prosedur penanganan kasus perundungan yang jelas, hukuman yang proporsional, dan dukungan psikologis bagi korban. Selain itu, penting juga untuk melibatkan orang tua dan komunitas dalam upaya pencegahan perundungan. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat akan memperkuat upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung.
Selain upaya pencegahan, kita juga perlu merenungkan dampak jangka panjang dari perundungan. Korban perundungan sering mengalami dampak psikologis yang serius, seperti depresi, kecemasan, bahkan trauma yang berkepanjangan. Dalam kasus-kasus ekstrem, perundungan juga dapat menyebabkan bunuh diri atau kekerasan fisik yang mematikan. Oleh karena itu, mengatasi perundungan bukan hanya masalah etika, tetapi juga masalah kesehatan mental dan kesejahteraan individu (Saraswati, 2019).
Dalam konteks peringatan Hari Pendidikan Nasional 2024, kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah pendidikan yang kita perjuangkan mencakup semua aspek kehidupan siswa, termasuk keamanan dan perlindungan mereka dari perundungan? Apakah kita benar-benar memberdayakan generasi masa depan dengan memberikan mereka lingkungan belajar yang aman dan mendukung? Peringatan ini harus menjadi panggilan untuk bertindak, bukan hanya untuk memperbaiki sistem pendidikan, tetapi juga untuk memperbaiki masyarakat secara keseluruhan.
Di akhir peringatan Hari Pendidikan Nasional, marilah kita bersatu sebagai satu komunitas, satu bangsa, untuk mengakhiri perundungan di sekolah. Mari kita jadikan pendidikan sebagai alat untuk mengubah paradigma dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua anak-anak. Karena di dunia yang penuh dengan cahaya pengetahuan, tidak ada ruang untuk kegelapan perundungan.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai