Melihat peran Muhammadiyah di Tanah Papua, Rektor Unimuda Sorong, Rustamadji, menyoroti bagaimana Persyarikatan Muhammadiyah telah berhasil melampaui batas yang tidak lazim di wilayah tersebut.
Rustamadji menjelaskan bahwa sebelumnya, anak-anak di Papua, terutama di Pulau Arar, Sorong, Papua Barat, hanya menyelesaikan pendidikan dasar. Namun, dengan kehadiran Muhammadiyah, hal tersebut mengalami perubahan.
“Sekarang di pulau itu dipenuhi oleh anak-anak lulusan sekolah Muhammadiyah, dari mereka ada yang jadi tentara, polisi, perawat dan seterusnya, yang dahulunya hanya lulusan SD,” katanya pada Sabtu (16/3) dalam Pengajian Ramadan 1445 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Rustamadji menjelaskan bahwa dakwah di Tanah Papua tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan harus melalui proses yang berkelanjutan. Kehadiran Muhammadiyah di Tanah Papua dimulai dengan menciptakan zona nyaman, yang dianggapnya tidak masalah. Namun, tantangan yang sebenarnya adalah mencegah terjadinya keterlenaan.
Selain dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah juga telah mengalami transformasi pada Suku Kokoda yang sebelumnya hidup sebagai nomaden. Muhammadiyah membantu suku tersebut untuk mendirikan wilayah tetap dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Muhammadiyah tidak hanya aktif di Pulau Arar, tetapi juga terlibat dalam pembangunan Papua di Pulau Ondama. Meskipun sebelumnya telah ada beberapa perguruan tinggi yang gagal didirikan di pulau tersebut, namun Unimuda Sorong berhasil bertahan dan berkembang di sana.
“Besok ini pada tanggal 23 saya akan ke Pulau Ondama untuk meyudisium calon guru SD,” ujarnya.
Hadirnya Unimuda Sorong di Pulau Ondama mendapat sambutan menggembirakan dari masyarakat lokal. Bahkan ujian yang dilakukan tidak di ruang kelas, tapi di pinggir pantai sembari menikmati snek Ikan Tenggiri bakar dan goreng.
“Kampus kami ini 70 persen lebih anak Papua yang Kristen. Sebenarnya Muhammadiyah ini memiliki peluang lebih besar kepada orang Kristen,” ungkapnya.
Rustamadji menyatakan bahwa ada banyak kesamaan fisik antara Muhammadiyah dan Nasrani di Tanah Papua, seperti dalam cara beribadah tanpa mengenakan sarung dan kopia, serta kesamaan dalam pembangunan mimbar khutbah dan larangan terhadap merokok.
Selain dikenal sebagai kampus yang toleran, Unimuda Sorong juga menarik minat yang besar karena keindahan alam Papua yang mudah dijangkau dari kampus tersebut.
Pendekatan pendidikan yang diadopsi oleh Muhammadiyah bahkan dapat berperan sebagai bentuk soft diplomasi antara Indonesia dan Papua Nugini (PNG). Ini penting untuk membangun hubungan diplomatis yang harmonis, terutama mengingat bahwa beberapa warga PNG merasa bahwa Indonesia merupakan negara yang menindas.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai