Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Dinamika Pemikiran Bung Karno Tentang Perempuan

Pandangan Sukarno terhadap perempuan adalah subjek yang kompleks dan seringkali menunjukkan dualitas yang menarik antara progresifisme dalam hal kesetaraan gender di ranah publik, dan tradisionalisme yang terpatri dalam nilai-nilai patriarki di ranah pribadi dan budaya.

Melalui analisis yang lebih mendalam, kita dapat melihat bahwa pemikiran Sukarno tentang perempuan mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya yang melingkupi Indonesia pada masa itu.

Sukarno, sebagai pemimpin revolusi dan proklamator kemerdekaan Indonesia, adalah sosok yang memperjuangkan kesetaraan gender di ranah publik. Dia menyadari bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam perjuangan nasional dan pembangunan bangsa.

Pandangan progresif Sukarno tentang perempuan tercermin dalam pidato-pidatonya dan kebijakan-kebijakannya yang mendukung partisipasi aktif perempuan dalam berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Dia mendorong pemberdayaan perempuan melalui pendidikan dan pelatihan, serta memperjuangkan hak-hak perempuan seperti hak untuk bekerja dan hak untuk memilih.

Baca juga: Tradisi Sebagai Langkah Menumbuhkan Perekonomian Masyarakat

Namun demikian, pandangan Sukarno tentang perempuan sering kali juga dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional yang kuat dalam masyarakat Indonesia. Meskipun dia memperjuangkan kesetaraan gender di ranah publik, pandangan-pandangannya tentang perempuan dalam konteks kehidupan pribadi sering kali masih terpatri dalam konsep-konsep patriarki.

Sebagai seorang pria pada masanya, Sukarno cenderung memegang peran dominan dalam kehidupan rumah tangga, sementara peran perempuan sering kali terbatas pada urusan domestik. Meskipun dia memiliki beberapa istri yang melayani dan mendampinginya, perempuan dalam kehidupan Sukarno sering kali tidak memiliki posisi yang setara dalam pembuatan keputusan atau urusan politik.

Di samping itu, dalam konteks budaya dan tradisi Indonesia, Sukarno juga sering mencerminkan pandangan yang konservatif terhadap perempuan. Meskipun dia memperjuangkan kesetaraan gender di ranah publik, dia juga mempertahankan norma-norma tradisional yang mengatur perilaku dan penampilan perempuan sesuai dengan norma-norma sosial dan keagamaan yang berlaku.

Hal ini tercermin dalam beberapa kebijakan dan pernyataannya, di mana dia mendukung pembatasan terhadap kebebasan perempuan dalam berbusana atau berperilaku, terutama dalam konteks nilai-nilai keagamaan dan moral yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia.

Dalam mengkaji pandangan Sukarno terhadap perempuan, penting untuk memahami dinamika kompleks antara progresifisme dan tradisionalisme yang mewarnai pemikiran dan tindakannya. Meskipun dia memperjuangkan kesetaraan gender di ranah publik dan mendukung pemberdayaan perempuan, pandangannya juga sering kali terpatri dalam nilai-nilai tradisional yang mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia pada masanya.

Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif tentang pemikiran Sukarno tentang perempuan membutuhkan analisis yang lebih mendalam terhadap konteks historis, politik, sosial, dan budaya yang melingkupinya.

Sebelum pada itu, Sukarno memiliki karya yang menyoal perempuan yang diberi judul ‘Sarinah’. Sarinah merupakan lambang perempuan dari lapisan sosial ekonomi bawah yang masih terjebak dalam kondisi yang dipengaruhi oleh dominasi budaya tradisional dan struktur ekonomi yang tidak merata dalam masyarakat yang didominasi oleh patriarki.

Nama Sarinah diambil dari pengasuh yang dimuliakan oleh Bung Karno, namun mengalami ketidakadilan dalam hubungan kerja sebagai akibat dari pembagian kelas yang tidak adil dalam masyarakat.

Melalui karyanya itu, Sukarno berangkat dari asumsi bahwa kemerdekaan nasional tidak akan terwujud tanpa kontribusi perjuangan perempuan di dalamnya, dan bahkan setelah merdeka, penyusunan negara dan masyarakat tidak dapat dicapai tanpa keterlibatan perempuan dalam perjuangan tersebut.

Pertanyaan yang diajukan oleh Sukarno adalah bagaimana aktivitas perempuan seharusnya berperan dalam upaya mewujudkan sebuah Republik yang merdeka?

Semua persoalan tersebut berasal dari fakta bahwa isu yang berkaitan dengan perempuan belum pernah diperhatikan dengan serius oleh gerakan nasional. Permasalahan-permasalahan yang menyangkut perempuan belum pernah didiskusikan secara mendalam dan terabaikan dalam proses perjuangan gerakan nasional. Banyak orang yang tidak memahami pentingnya kursus-kursus untuk perempuan dan menganggapnya tidak relevan (Sukarno, 1963:5).

– Bersama Membangun Optimisme –

#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai

Bagikan

Cari Berita

Search

Berita Terbaru

dsss
Santri dan Media: Menyelaraskan Tradisi dan Teknologi
LLLLL
Menyelaraskan Tujuan Pembelajaran dengan Kesejahteraan Ps...
Sumber. Inews.id
Dari Desa Nepo ke Pasar Nasional: Sukses Kacang Nepo Berk...
rrrss
Dari Siwaslih hingga Sigaplapor: Teknologi Bawaslu Siap K...
WhatsApp Image 2024-11-24 at 10.26.46 PM
Seruan FKUB Jateng: Tolak Politik Uang, Hindari Politisas...

Kirim Artikel