Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Lestarikan Tradisi Leluhur, Ratusan Warga Musuk Hadiri Sadranan

Warga di Boyolali menggelar tradisi sadranan di bulan Syaban atau Ruwah (dalam penanggalan Jawa). Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun untuk mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia.

Tradisi sadranan atau nyadran dilaksanakan warga sejumlah daerah di Boyolali mulai pertengahan bulan Syaban atau Ruwah hingga jelang bulan Ramadhan, secara bergiliran.

Hari ini tadi warga sejumlah dukuh di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Dilaksanakan di permakaman umum Dukuh Mlambong, Desa Sruni.

Baca juga: Festival Jenang Solo, Meriahkan HUT Kota Surakarta ke-279 dengan Bagikan 15.000 Porsi Secara Gratis

“Tradisi sadranan sudah berlangsung sejak jaman nenek moyang dahulu, secara turun-temurun. Memperingati bulan Syaban dan mendoakan para leluhur,” kata tokoh masyarakat setempat yang juga ketua RW 04 Desa Sruni, Jaman, di sela-sela sadranan di makam Dukuh Mlambong, Senin (26/2/2024).

Tradisi sadranan diikuti ratusan warga di lingkup RW 4 dan RW 5 Desa Sruni. Yaitu warga Dukuh Mlambong, Rejosari, Gedongsari, Tegalsari, Wonodadi, Magersari dan Tegalsari Barat. Bahkan juga warga dari berbagai daerah lain yang memiliki leluhur yang dimakamkan di makam Dukuh Mlambong.

Sadranan diawali dengan bubak atau bersih-bersih makam, yang telah dilakukan sehari sebelumnya atau Minggu (25/2) pagi kemarin. Warga bergotong royong membersihkan rumput-rumput di makam tersebut.

Kemudian hari ini baru dilaksanakan sadranan. Ratusan warga dari berbagai dukuh itu berbondong-bondong ke makam dengan membawa aneka kue, makanan dan lauknya yang dibawa dalam tenong atau rinjing. Diikuti dari laki-laki, perempuan, anak-anak hingga orang tua.

Warga juga membawa bunga mawar sebagai bunga tabur di makam para leluhurnya.

“Sadranan di sini dilaksanakan setiap tanggal 15 Ruwah,” imbuh dia.

Kenduri sadranan diawali dengan pembacaan zikir tahlil untuk mendoakan para leluhur di malam cikal bakal. Kenduri dipimpin tokoh agama setempat.

Selanjutnya kenduri sadranan dimulai dengan pembacaan doa. Usai doa, acara berlanjut dengan makan bersama. Aneka kui dan makanan yang dibawa warga dari rumah, dibuka. Warga pun bebas mengambil makanan, tak hanya yang dibawanya, tetapi juga milik warga lainnya. Acara tradisi ini pun berlangsung khidmat dan meriah.

Tokoh agama setempat, Abdul Shomad, menambahkan sadranan merupakan tradisi budaya turun-temurun yang saat ini masih terus dilestarikan. Kenduri Sadranan dengan mengeluarkan sedekah berupa makanan. Tujuannya antara lain untuk mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia.

“Sadranan antara lain untuk mendoakan para leluhur, semoga diampuni segala dosa-dosanya oleh Allah SWT, dan mendapat tempat yang layak di akhirat,” imbuh dia.

Tradisi Sadranan hari ini juga dilaksanakan warga di Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Prosesinya pun sama. Hanya saja, tradisi di Desa Sukabumi, dilanjutkan dengan saling silaturahmi ke rumah-rumah.

Sehingga suasananya mirip Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Bahkan, karena ini hanya sehari maka, suasananya cukup ramai. Tak hanya dari warga sekitar, tetapi saudara, kerabat hingga teman-temannya juga ikut silaturahmi sadranan ini.

– Bersama Membangun Optimisme –

#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai

Bagikan

Cari Berita

Search

Berita Terbaru

dsss
Santri dan Media: Menyelaraskan Tradisi dan Teknologi
LLLLL
Menyelaraskan Tujuan Pembelajaran dengan Kesejahteraan Ps...
Sumber. Inews.id
Dari Desa Nepo ke Pasar Nasional: Sukses Kacang Nepo Berk...
rrrss
Dari Siwaslih hingga Sigaplapor: Teknologi Bawaslu Siap K...
WhatsApp Image 2024-11-24 at 10.26.46 PM
Seruan FKUB Jateng: Tolak Politik Uang, Hindari Politisas...

Kirim Artikel