Sebagai bangsa yang besar, yang artinya memiliki kejamakan akan budaya, suku, ras, dan agama, Indonesia dihadapkan dengan tantangan yang tak dapat dinafikan. Tantangan ini implisit dalam perbedaan yang menjadi identitas bangsa ini yakni, perbedaan.
Walaupun di satu sisi perbedaan menjadi energi positif sebagai elemen persatuan bagi bangsa besar ini, namun di satu sisi yang lain perbedaan ini menjadi sumber perpecahan bagi bangsa besar ini.
Dalam sejarah panjang bangsa ini, tidak sedikit kasus yang berdimensi perbedaan, baik dalam dimensi keagamaan maupun kebudayaan. Tercatat bahwa peristiwa konflik seperti, Poso (1998-2000), Ambon (1999), Tolikara (2015) menunjukkan bahwa bangsa ini mengalami krisis akan nilai toleransi. Belum lagi kasus-kasus konflik keagamaan yang tergolong kecil namun tetap saja mengindikasikan bangsa kita masih krisis toleransi.
Pada koridor lain, krisis rasial juga menjadi raport merah bagi bangsa ini. Sebut saja konflik etnis Tionghoa di Solo dan Perseteruan etnis Sampit-Madura yang turut memperjelas bahwa bangsa ini masih minim akan perdamaian.
Baca juga: Kaum Radikal dan Keagamaan yang Konsumtif
Dari sini kita tahu bahwa perlunya untuk mengormati dan memahami perbedaan. Namun, hemat penulis, perlu pula untuk menciptakan jembatan antar budaya guna mendapatkan perspektif baru dari budaya lain guna memahami suatu perbedaan.
Pendididkan Multikultural Sebagai Solusi
Secara mendasar, pendidikan merupakan proses internalisasi suatu pengetahuan. Jika merujuk pada perkataan Ki Hajar Dewantara menyebut pendidikan merupakan tuntunan tumbuh kembangnya anak-anak (Normina, 2017). Yang dimaksud oleh Ki Hajar Dewantara ialah pendidikan menuntun anak-anak untuk mengembangkan potensinya serta meraih kebahagiaan dan kedamaian baik dalam lahir maupun batin.
Sehingga pendidikan haruslah mengarah pada terciptanya akhlak mulia si anak. Pendidikan multikultural penting untuk peserta didik, agar mereka memahami dan menerima perbedaan kebudayaan sebagai sebuah keniscayaan. Dalam pendidikan multikultural dapat diinternalisasi pengetahuan yang berkaitan dengan menghargai dan memahami perbedaan dan menciptakan perdamaian.
Multikulturalisme dirasa perlu untuk dibangun karena akan menjawab segala macam perbedaan. Steinberg mengurakaian bahwa multikulturalisme adalah suatu posisi multikultural untuk menjawab perbedaan yang berkaitan dengan rasial, golongan sosial-ekonomi, gender, bahasa, budaya, jenis kelamin, dan ketuhanan (Yaqin, 2015) (Steinberg, 1997).
Pendidikan multikulltural berusaha untuk membantu semua peserta didik menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk digunakan secara efektif dalam suatu masyarakat demokratis yang majemuk dan berinteraksi, bernegosiati, dan berkomunikasi dengan orang-orang dari kelompok yang berbeda guna menciptakan komunitas madani dan moral yang cocok dengan ketetntuan umum (Bank & Banks, 1995).
Pendidikan multikultural di Indonesia adalah upaya untuk memahami, menghargai, dan merayakan keragaman budaya, etnis, agama, dan latar belakang sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia. Dan tentu saja hal ini setidaknya meminimalisir konflik sentimen perbedaan kelompok yang ada di Indonesia.
Baca juga: Keraton Surakarta: Keseimbangan Budaya dan Islam
Salah satu prinsip utama pendidikan multikultural adalah penghormatan terhadap keragaman. Ini berarti mengakui bahwa setiap individu memiliki latar belakang yang unik, dan ini adalah kekayaan yang harus dihargai. Pendidikan multikultural mendorong siswa untuk memahami perbedaan-perbedaan ini tanpa membedakan nilai atau hierarki. Ini membantu menghindari stereotip, prasangka, dan diskriminasi yang seringkali muncul ketika kita tidak memahami budaya atau latar belakang orang lain.
Pendidikan multikultural juga mendorong pemahaman lintas budaya. Ini artinya siswa diajak untuk belajar tentang budaya-budaya yang berbeda dari budaya mereka sendiri. Melalui pembelajaran tentang budaya-budaya lain, siswa dapat memahami bahwa tidak ada satu budaya yang lebih baik atau lebih buruk daripada yang lain. Pemahaman ini membantu mengurangi konflik dan ketegangan antarbudaya yang seringkali muncul karena ketidaktahuan atau ketakutan terhadap yang berbeda.
Pendidikan multikultural juga bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan dan keadilan. Ini berarti memberikan setiap individu kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang sosial mereka. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural berperan dalam menghapus hambatan-hambatan yang menghalangi akses pendidikan dan kesempatan bagi kelompok-kelompok yang seringkali terpinggirkan atau diskriminasi.
Pendidikan multikultural juga berperan dalam membangun jembatan, bukan tembok. Artinya, pendidikan ini mendorong dialog dan komunikasi antarbudaya. Siswa diajarkan keterampilan komunikasi yang efektif, termasuk kemampuan mendengarkan dengan empati dan berbicara dengan hormat. Ini membantu mengatasi mispersepsi dan konflik yang seringkali muncul akibat ketidakpahaman.
Pendidikan multikultural pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan perdamaian. Dengan memahami, menghargai, dan merayakan perbedaan, serta mempromosikan kesetaraan dan keadilan, pendidikan ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih damai. Ketika individu-individu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang budaya dan latar belakang satu sama lain, mereka cenderung lebih terbuka terhadap kerjasama, toleransi, dan perdamaian.
Dalam dunia yang semakin terhubung, pendidikan multikultural adalah sebuah kebutuhan yang mendesak. Ini tidak hanya relevan untuk masyarakat multikultural guna memelihara keragaman dan menjauhkan dari perseteruan, tetapi juga untuk masyarakat yang lebih homogen karena dunia semakin kesini telah membuat kita lebih terhubung hingga melampaui batas-batas teritori. Dengan pendidikan multikultural, kita dapat bergerak dari keragaman menuju perdamaian, menciptakan bangsa yang lebih harmonis dan inklusif bagi semua individu, tanpa memandang latar belakang suku, ras, warna kulit maupun agama.
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai