Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegaran I adalah seorang pemegang tahta mangkunegaran yang pertama kali dengan nama Raden Mas Said yang dilahirkan pada 7 april 1725 dan wafat pada 23 Desember 1795 sekaligus cucu dari Amangkurat IV. Ayah beliau bernama Pangeran Arya Mangkunagara dan Ibunya bernama Raden Ayu Wulan. Raden Mas Said mendapatkan gelar dari Nicholas Hartingh dengan julukan Pangeran Sambernyawa, julukan ini didapatkannya sebab jika masuk dalam medan perang selalu membawa kematian.
Berbeda dengan pangeran – pangeran lainnya R. M. Said dahulunya merupakan seorang bocah kecil yang penuh dengan keprihatinan dan penuh dengan tekanan serta ancaman. Dimana pada waktu kecil ayahnya (Pangeran Arya Mangkunagara) dibuang ke Sri Lanka karena di fitnah oleh Patih Danaruja yang menuduh telah berbuat zina dengan selir Pangeran Prabasuyasa. Selain hal itu Pangeran Arya Mangkunagarajuga tergabung dengan pemberontak yaitu Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya, mereka melawan Keraton Karatsura karena kedekatannya dengan dengan kolonial Belanda (Daradjadi, 2013).
Pada waktu itu Raden Mas Said masih kanak-kanak yang tidak tahu apa-apa. Ia pun tidak tahu apa dosa ayahandanya. Pasca diasingkannya sang ayah ke Srilanka, tidak lama kemudian ibu Raden Mas Said, yakni Raden Ajeng Wulan meninggal dunia, kemudian ia diasuh oleh neneknya, Raden Ayu Sumanarsa. Berbeda dengan putra raja pada umumnya, hidup Raden Mas Said diwarnai keprihatinan. Kehidupan yang awalnya dipandang sebagai seorang bangsawan terpandang justru menjadi memprihatinkan layaknya gelandangan pinggiran di Keraton Kartasura. Bahkan kehidupan Raden Mas Said dihantui dengan ancaman pembunuhan yang terus menerus dilancarkan oleh Patih Danureja yang menginginkan agar semua keturunan Pangeran Arya Mangkunegara dihabisi (Hadidjojo, 2016).
Kehidupan di luar keraton telah mendidiknya sebagai pribadi yang tangguh dan kuat. Raden Mas Said lebih sering menghabiskan masa kecilnya dengan anak abdi dalem dan kawula alit. Pergaulan dengan kalangan tersebut membuatnya mengetahui realita kehidupan masyarakat luar keraton. Raden Mas Said tumbuh remaja hingga dewasa tanpa peran kasih sayang kedua orang tua, kehidupannya dilukiskan sangat menyedihkan, hidup terlantar, sertamakan dan tidur tanpa tempat yang nyaman dan kerap kali bercampur dengan para punakawan, yaitu tingkatan abdi dalem kerajaan yang paling rendah.
Meski kehidupan yang dijalaninya bukan seperti semestinya, Raden Mas Said tetap memiliki orang-orang terdekat yang kelak di kemudian hari akan menjadi pendampingnya dalam perjuangan menegakkan hak-haknya. Tidak sedikit para pejabat keraton yang berpihak kepada Raden Mas Said, seperti Raden Ngabehi Rangga Jayapanembang, Ki Kudanawarsa, Ki Karyamenggala, Ki Karyasentana dan lainnya, mereka selalu bersiap sewaktu-waktu melawan keraton. Rasa cemas dan khawatir menyelimuti hati nenek Raden Mas Said, yakni Raden Ayu Sumanarsa, sebab gerak gerik cucunya mulai dicurigai di keraton dan kemungkinan sudah tercatat sebagai buronan kerajaan (Hadidjojo, 2015). Berbagai macam ketidakadilan di kerajaan akhirnya membuat Raden Mas Said memutuskan untuk mengobarkan perlawanan.
Perlawanan Raden Mas Said terhadap VOC
Perlawanan terhadap VOC tidak hanya dilaksanakan oleh rakyat, namun juga para petinggi kerajaan di Nusantara. Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi adalah keturunan dari raja Mataram yang melawan kesewenang-wenangan VOC di kawasan Mataram. Kedua tokoh tersebut merupakan keturunan dari Amangkurat IV yang memerintah Mataram 1719-1726. Raden Mas Said adalah cucu dari Amangkurat IV dan Pangeran Mangkubumi merupakan putra keduanya.
Latar belakang dalam perlawanan ini adalah dimana pada masa itu VOC memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur dan mulai menuntut pajak yang sangat tinggi dari para raja dan kesultanan di Jawa. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan rakyat Jawa dan juga di kalangan bangsawan, termasuk Raden Mas Said.
Raden Mas Said menentang penjajahan Belanda dan memperjuangkan kebebasan dan kedaulatan Jawa. Ia memimpin perlawanan terhadap Belanda dan mengorganisir pasukan untuk melawan tentara VOC yang dikerahkan untuk menaklukkan Kesultanan Mataram. Pada kala itu Raden Mas Said juga menolak tawaran jabatan dan hadiah dari Belanda sebagai upaya untuk menariknya ke dalam lingkaran kekuasaan Belanda. Ia tetap mempertahankan kemerdekaan Jawa dan tradisi – tradisi serta kebudayaan Jawa yang dianggapnya penting.
Selama perlawanannya melawan VOC, Raden Mas Said terlibat dalam beberapa pertempuran besar, termasuk dalam perang melawan Trunajaya dan dalam konflik-konflik melawan VOC. Ia berhasil mengorganisir pasukan dengan baik dan memanfaatkan strategi yang tepat untuk mengalahkan musuhnya.
Salah satu strategi penting yang dilakukan oleh Raden Mas Said adalah menggabungkan kekuatan dengan kesultanan-kesultanan Jawa lainnya yang juga menentang penjajahan Belanda. Dengan demikian, ia dapat memperbesar pasukannya dan menghindari serangan yang terlalu kuat dari VOC.
Selain itu, Raden Mas Said juga terampil dalam menggunakan taktik gerilya dan memanfaatkan kondisi alam yang sulit dijangkau oleh musuhnya. Ia juga memanfaatkan senjata-senjata tradisional seperti keris dan tombak dalam pertempuran, yang merupakan keunggulan pasukannya dalam jarak dekat. Selain strategi militer, Raden Mas Said juga terampil dalam diplomasi dan membangun aliansi dengan negara-negara lain di Asia Tenggara untuk melawan penjajahan Belanda.
Secara keseluruhan, Raden Mas Said adalah seorang panglima perang yang cerdas dan berbakat dalam memimpin pasukan. Ia memanfaatkan berbagai strategi militer dan diplomasi untuk melawan VOC dan mempertahankan kemerdekaan Jawa. Meskipun tidak banyak informasi yang tersedia, tetapi strategi-strateginya ini berhasil membawa kemenangan dalam beberapa pertempuran dan menjadi teladan dalam perjuangan melawan penjajahan di Indonesia.
Warisan Pangeran Sambernyawa
Perjuangan pangeran sambernyawa melawan penjajahan Belanda dan peranannya dalam mempertahankan budaya dan identitas Jawa meninggalkan banyak warisan bagi bangsa Indonesia. Semangat perjuangan Pangeran Sambernyawa menjadi salah satu alasan menjadi pahlawan nasional Indonesia karena perjuangannya dalam melawan penjajahan Belanda. Semangat perjuangan yang ia tunjukkan menjadi inspirasi bagi banyak orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Beliau juga meninggalkan sebuah Tradisi yaitu tradisi seni ukir beliau seorang seniman yang terampil dalam seni ukir dan membuat patung. Tradisi seni ukir ini masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
Dalam sejarah Mataram Pangeran Sambernyawa merupakan tokoh penting dalam sejarah Mataram, sebuah kerajaan di pulau Jawa pada abad ke-17. Perjuangannya untuk mempertahankan kerajaan dan kebudayaan Jawa menjadi bagian penting dari sejarah Mataram ; Pahlawan nasional, Pangeran Sambernyawa dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia atas jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan di Indonesia ini dan selalu mempertahankan identitas Jawa, Pangeran Sambernyawa mempertahankan identitas Jawa dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Peranannya ini masih dihargai oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
Perjuangan melawan VOC: Pangeran Sambernyawa juga terlibat dalam perjuangan melawan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan dagang Belanda yang menjajah Indonesia; Konsep keadilan, Pangeran Sambernyawa memiliki konsep keadilan yang kuat dan menentang penindasan dan kekerasan. Konsep ini masih relevan di masa kini dan menjadi inspirasi bagi banyak orang; Bidang Pendidikan, Pangeran Sambernyawa membuka sekolah-sekolah di daerahnya dan mendukung pendidikan bagi masyarakat Jawa. Dukungan ini memperlihatkan pentingnya pendidikan bagi perkembangan masyarakat.
Sebagai salah satu objek penelitian sejarah, Kehidupan Pangeran Sambernyawa menjadi objek penelitian sejarah dan menghasilkan banyak penelitian tentang sejarah Indonesia pada masa itu; Kesetiaannya pada bangsa, Pangeran Sambernyawa merupakan sosok yang setia pada bangsa dan mempertahankan budaya serta identitas bangsanya. Nilai ini masih penting dan relevan hingga masa kini untuk memperkuat kesatuan dan keberagaman bangsa.
Konsep Kepimpinan Tiji Tibeh
Slogan “Tijitibeh” kependekan kata dari mati siji, mati kabeh, mukti siji mukti kabeh (mati satu, mati semua, sejahtera satu, sejahtera semua), puncak peperangan Raden Mas Said selama 16 tahun berada di Yogyakarta. Sebelum menyerang Keraton Yogyakarta, Pangeran Sambernyawa seperti dituntun oleh kekuatan ghaib yang disampaikan melalui perantara burung- burung yang jumlahnya ratusan berdiri ditepian selokan yang ada di sepanjang jalan yang dilewati Pangeran Sambernyawa. Burung-burung tersebut berdiri tanpa suara didepan barisan Pangeran Sambernyawa, dan setiap kali pangeran dan pasukannya selesai melewati mereka, burung-burung itu akan terbang mendahului dan berdiri lagi di depan barisan. Begitu seterusnya sampai tiga kali (Kuncoro Catur Setyo Atmojo, Nushrotul Khofifah, 2021). Kehadiran burung-burung tersebut dianggap Ki Kudanawarsa sebagai pertanda buruk. Beliau menyarankan kepada Pangeran Sambernyawa membatalkan penyerangan ke Keraton Yogyakarta. Bukannya mengikuti saran Ki Kudawanarsa, Pangeran Sambernyawa malah mempercepat penyerangan. Kekuatan Raden Mas Said yang pada mulanya menguasai wilayah, Magetan, Ponorogo, dan Madiun, kini justru telah berdiri dihadapan benteng kraton yogyakarta dan merubuhkan benteng Sultan hamengkubowono I pada tahun 17
Berbeda dengan pangeran – pangeran lainnya R. M. Said dahulunya merupakan seorang bocah kecil yang penuh dengan keprihatinan dan penuh dengan tekanan serta ancaman. Dimana pada waktu kecil ayahnya (Pangeran Arya Mangkunagara) dibuang ke Sri Lanka karena di fitnah oleh Patih Danaruja yang menuduh telah berbuat zina dengan selir Pangeran Prabasuyasa. Selain hal itu Pangeran Arya Mangkunagarajuga tergabung dengan pemberontak yaitu Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya, mereka melawan Keraton Karatsura karena kedekatannya dengan dengan kolonial Belanda (Daradjadi, 2013).
Pada waktu itu Raden Mas Said masih kanak-kanak yang tidak tahu apa-apa. Ia pun tidak tahu apa dosa ayahandanya. Pasca diasingkannya sang ayah ke Srilanka, tidak lama kemudian ibu Raden Mas Said, yakni Raden Ajeng Wulan meninggal dunia, kemudian ia diasuh oleh neneknya, Raden Ayu Sumanarsa. Berbeda dengan putra raja pada umumnya, hidup Raden Mas Said diwarnai keprihatinan. Kehidupan yang awalnya dipandang sebagai seorang bangsawan terpandang justru menjadi memprihatinkan layaknya gelandangan pinggiran di Keraton Kartasura. Bahkan kehidupan Raden Mas Said dihantui dengan ancaman pembunuhan yang terus menerus dilancarkan oleh Patih Danureja yang menginginkan agar semua keturunan Pangeran Arya Mangkunegara dihabisi (Hadidjojo, 2016).
Kehidupan di luar keraton telah mendidiknya sebagai pribadi yang tangguh dan kuat. Raden Mas Said lebih sering menghabiskan masa kecilnya dengan anak abdi dalem dan kawula alit. Pergaulan dengan kalangan tersebut membuatnya mengetahui realita kehidupan masyarakat luar keraton. Raden Mas Said tumbuh remaja hingga dewasa tanpa peran kasih sayang kedua orang tua, kehidupannya dilukiskan sangat menyedihkan, hidup terlantar, sertamakan dan tidur tanpa tempat yang nyaman dan kerap kali bercampur dengan para punakawan, yaitu tingkatan abdi dalem kerajaan yang paling rendah.
Meski kehidupan yang dijalaninya bukan seperti semestinya, Raden Mas Said tetap memiliki orang-orang terdekat yang kelak di kemudian hari akan menjadi pendampingnya dalam perjuangan menegakkan hak-haknya. Tidak sedikit para pejabat keraton yang berpihak kepada Raden Mas Said, seperti Raden Ngabehi Rangga Jayapanembang, Ki Kudanawarsa, Ki Karyamenggala, Ki Karyasentana dan lainnya, mereka selalu bersiap sewaktu-waktu melawan keraton. Rasa cemas dan khawatir menyelimuti hati nenek Raden Mas Said, yakni Raden Ayu Sumanarsa, sebab gerak gerik cucunya mulai dicurigai di keraton dan kemungkinan sudah tercatat sebagai buronan kerajaan (Hadidjojo, 2015). Berbagai macam ketidakadilan di kerajaan akhirnya membuat Raden Mas Said memutuskan untuk mengobarkan perlawanan.
Perlawanan Raden Mas Said terhadap VOC
Perlawanan terhadap VOC tidak hanya dilaksanakan oleh rakyat, namun juga para petinggi kerajaan di Nusantara. Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi adalah keturunan dari raja Mataram yang melawan kesewenang-wenangan VOC di kawasan Mataram. Kedua tokoh tersebut merupakan keturunan dari Amangkurat IV yang memerintah Mataram 1719-1726. Raden Mas Said adalah cucu dari Amangkurat IV dan Pangeran Mangkubumi merupakan putra keduanya.
Latar belakang dalam perlawanan ini adalah dimana pada masa itu VOC memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur dan mulai menuntut pajak yang sangat tinggi dari para raja dan kesultanan di Jawa. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan rakyat Jawa dan juga di kalangan bangsawan, termasuk Raden Mas Said.
Raden Mas Said menentang penjajahan Belanda dan memperjuangkan kebebasan dan kedaulatan Jawa. Ia memimpin perlawanan terhadap Belanda dan mengorganisir pasukan untuk melawan tentara VOC yang dikerahkan untuk menaklukkan Kesultanan Mataram. Pada kala itu Raden Mas Said juga menolak tawaran jabatan dan hadiah dari Belanda sebagai upaya untuk menariknya ke dalam lingkaran kekuasaan Belanda. Ia tetap mempertahankan kemerdekaan Jawa dan tradisi – tradisi serta kebudayaan Jawa yang dianggapnya penting.
Selama perlawanannya melawan VOC, Raden Mas Said terlibat dalam beberapa pertempuran besar, termasuk dalam perang melawan Trunajaya dan dalam konflik-konflik melawan VOC. Ia berhasil mengorganisir pasukan dengan baik dan memanfaatkan strategi yang tepat untuk mengalahkan musuhnya.
Salah satu strategi penting yang dilakukan oleh Raden Mas Said adalah menggabungkan kekuatan dengan kesultanan-kesultanan Jawa lainnya yang juga menentang penjajahan Belanda. Dengan demikian, ia dapat memperbesar pasukannya dan menghindari serangan yang terlalu kuat dari VOC.
Selain itu, Raden Mas Said juga terampil dalam menggunakan taktik gerilya dan memanfaatkan kondisi alam yang sulit dijangkau oleh musuhnya. Ia juga memanfaatkan senjata-senjata tradisional seperti keris dan tombak dalam pertempuran, yang merupakan keunggulan pasukannya dalam jarak dekat. Selain strategi militer, Raden Mas Said juga terampil dalam diplomasi dan membangun aliansi dengan negara-negara lain di Asia Tenggara untuk melawan penjajahan Belanda.
Secara keseluruhan, Raden Mas Said adalah seorang panglima perang yang cerdas dan berbakat dalam memimpin pasukan. Ia memanfaatkan berbagai strategi militer dan diplomasi untuk melawan VOC dan mempertahankan kemerdekaan Jawa. Meskipun tidak banyak informasi yang tersedia, tetapi strategi-strateginya ini berhasil membawa kemenangan dalam beberapa pertempuran dan menjadi teladan dalam perjuangan melawan penjajahan di Indonesia.
Warisan Pangeran Sambernyawa
Perjuangan pangeran sambernyawa melawan penjajahan Belanda dan peranannya dalam mempertahankan budaya dan identitas Jawa meninggalkan banyak warisan bagi bangsa Indonesia. Semangat perjuangan Pangeran Sambernyawa menjadi salah satu alasan menjadi pahlawan nasional Indonesia karena perjuangannya dalam melawan penjajahan Belanda. Semangat perjuangan yang ia tunjukkan menjadi inspirasi bagi banyak orang Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Beliau juga meninggalkan sebuah Tradisi yaitu tradisi seni ukir beliau seorang seniman yang terampil dalam seni ukir dan membuat patung. Tradisi seni ukir ini masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
Dalam sejarah Mataram Pangeran Sambernyawa merupakan tokoh penting dalam sejarah Mataram, sebuah kerajaan di pulau Jawa pada abad ke-17. Perjuangannya untuk mempertahankan kerajaan dan kebudayaan Jawa menjadi bagian penting dari sejarah Mataram ; Pahlawan nasional, Pangeran Sambernyawa dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia atas jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan di Indonesia ini dan selalu mempertahankan identitas Jawa, Pangeran Sambernyawa mempertahankan identitas Jawa dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda. Peranannya ini masih dihargai oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
Perjuangan melawan VOC: Pangeran Sambernyawa juga terlibat dalam perjuangan melawan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan dagang Belanda yang menjajah Indonesia; Konsep keadilan, Pangeran Sambernyawa memiliki konsep keadilan yang kuat dan menentang penindasan dan kekerasan. Konsep ini masih relevan di masa kini dan menjadi inspirasi bagi banyak orang; Bidang Pendidikan, Pangeran Sambernyawa membuka sekolah-sekolah di daerahnya dan mendukung pendidikan bagi masyarakat Jawa. Dukungan ini memperlihatkan pentingnya pendidikan bagi perkembangan masyarakat.
Sebagai salah satu objek penelitian sejarah, Kehidupan Pangeran Sambernyawa menjadi objek penelitian sejarah dan menghasilkan banyak penelitian tentang sejarah Indonesia pada masa itu; Kesetiaannya pada bangsa, Pangeran Sambernyawa merupakan sosok yang setia pada bangsa dan mempertahankan budaya serta identitas bangsanya. Nilai ini masih penting dan relevan hingga masa kini untuk memperkuat kesatuan dan keberagaman bangsa.
Konsep Kepimpinan Tiji Tibeh
Slogan “Tijitibeh” kependekan kata dari mati siji, mati kabeh, mukti siji mukti kabeh (mati satu, mati semua, sejahtera satu, sejahtera semua), puncak peperangan Raden Mas Said selama 16 tahun berada di Yogyakarta. Sebelum menyerang Keraton Yogyakarta, Pangeran Sambernyawa seperti dituntun oleh kekuatan ghaib yang disampaikan melalui perantara burung- burung yang jumlahnya ratusan berdiri ditepian selokan yang ada di sepanjang jalan yang dilewati Pangeran Sambernyawa. Burung-burung tersebut berdiri tanpa suara didepan barisan Pangeran Sambernyawa, dan setiap kali pangeran dan pasukannya selesai melewati mereka, burung-burung itu akan terbang mendahului dan berdiri lagi di depan barisan. Begitu seterusnya sampai tiga kali (Kuncoro Catur Setyo Atmojo, Nushrotul Khofifah, 2021).
Kehadiran burung-burung tersebut dianggap Ki Kudanawarsa sebagai pertanda buruk. Beliau menyarankan kepada Pangeran Sambernyawa membatalkan penyerangan ke Keraton Yogyakarta. Bukannya mengikuti saran Ki Kudawanarsa, Pangeran Sambernyawa malah mempercepat penyerangan. Kekuatan Raden Mas Said yang pada mulanya menguasai wilayah, Magetan, Ponorogo, dan Madiun, kini justru telah berdiri dihadapan benteng kraton yogyakarta dan merubuhkan benteng Sultan hamengkubowono I pada tahun 1757M
– Bersama Membangun Optimisme –
#optimismemedia #mulaiajadulu #kamibarumulai
Oleh: Ibnu Nurrochim (Mahasiswa Aqidah dan Filsafat UIN Raden Mas Said Surakarta