Secara biologis, perempuan dan laki-laki memang tidak sama, namun sebagai makhluk sosial yang dilengkapi dengan akal, budi, dan kehendak, mereka merupakan insan yang memiliki persamaan yang hakiki. Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama termasuk dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ketika pada masa perjuangan kemerdekaan, tentunya tidak terlepas dari peran perempuan didalamnya. Mulai dari masa memperjuangkan kemerdekaan, maupun dalam rangka mempertahankan kemerdekaan pada saat ini.
Peran Perempuan dalam Usaha Memperjuangkan Kemerdekaan
Peran perempuan dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan bukan hanya dengan mengangkat senjata, namun juga dilakukan melalui cara-cara lain seperti mengupayakan kesetaraan gender, mendirikan sekolah untuk perempuan, membentuk organisasi perempuan, dan lain sebagainya.
Pada masa memperjuangkan kemerdekaan, ada beberapa tokoh perempuan yang turut serta dalam pertempuran melawan penjajah. Salah satu tokoh perempuan yang ikut bertempur melawan penjajah adalah Cut Nyak Dien. Pada saat peran Aceh dimulai pada tanggal 8 April 1873, Cut Nyak Dien yang berstatus sebagai putri Aceh pun terdorong untuk ikut serta melawan Belanda yang telah membakar tempat ibadahnya.Cut Nyak Dien bertempur melawan Belanda di garis depan bersama suami pertamanya, Teuku Ibrahim Lamnga. Namun, pada tahun 1878, Teuku Ibrahim Lamnga tewas dalam pertempuran. Perjuangan Cut Nyak Dien terus berlanjut bersama suami keduanya yaitu Teuku Umar. Cut Nyak Dien yang berjuang hinga akhir hayatnya mendapat gelar pahlawan nasional pada tanggal 2 Mei 1964.
Selain Cut Nyak Dien, perempuan yang yang berperan dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan adalah Raden Dewi Sartika. Pada tahun 1904, berdirilah sekolah khusus perempuan pertama di Indonesia yang bernama “Sakola Istri” yang dibentuk oleh Raden Dewi Sartika. Sakola Istri banyak mengajarkan para perempuan cara merenda, memasak, menjahit, membaca, dan menulis. Pengupayaan kesetaraan juga dilakukan oleh R.A. Kartini. R.A Kartini merupakan tokoh yang dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan karena ia yang melahirkan kongres perempuan. Melalui kongres perempuan, R.A. KArtini banyak menyampaikan tulisan-tulisannya yang mampu menginspirasi dan berhasil mengobarkan semangat perjuangan para perempuan di Indonesia. Semasa hidupnya, R.A. Kartini terus memperjuangkan kesetaraan perempuan dan berkat kegigihannya berdirilah sekolah wanita melalui Yayasan Kartini di Semarang pada tahun 1912.
Pada tahun 1912 juga berdiri sebuah surat kabar perempuan bernama Soenting Melajoe yang didirikan oleh Ruhana Kuddus. Melalui Soenting Melajoe, Ruhana Kuddus banyak menulis kritik terhadap budaya patriaki, seperti menikh dibawah umur, poligami, dan pengekangan perempuan untuk mengakses perekonomian.
Pada tahun 1912 juga terbentuk organisasi perempuan pertama di Indonesia yang bernama Putri Mardika. Organisasi Putri Mardika memiliki tujuan untuk membina para perempuan dalam bidang pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan hidup para perempuan pribumi. Salah satu program yang dilakukan Putri Mardika dalam memajukan pendidikan yaitu melalui program beasiswa. Adanya program beasiswa diharapkan dapat menjadi penunjang pendidikan kaum perempuan pribumi. Para tokoh Putri Mardika kerap menerapkan gagasan RA Kartini sebagai landasan pergerakan organisasi.
Selain itu, pada tahun 1914 terdapat pula perkumpulan wanita yang bersifat keagamaan (Islam) dengan nama “Sopo Tresno” yang kemudain pada tahun 1917 menjadi bagian wanita dari Muhammadiyag dengan nama Aisyiyah. Pada tahun 1925, terdapat perkumpulan bernama “Sarikat Putri Islam” yang mana di Garut memiliki naman Sarikat Siti Fatimah yang merupakan bagian dari Serikat Islam dan di Yogyakarta bernama “Wanodya Utomo”.
Setelah tahun1920-an, jumlah perkumpulan perempuan semakin banyak. Muncul perkumpulan-perkumpulan wanita yang bergerak dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan yang sifatnya juga lebih luas dari perkumpulan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan karena kesediaan serta kesadaran wanita untuk terlibat dalam kegiatan organisasi lebih meningkat dan kecakapan bertindak dalam berorganisasi semakin maju.
Dalam proses menuju proklamasi kemerdekaan Indonesia, kaumperempuan telah memberikan tenaga dan fikirannya secara maksimal seperti yang telah diperankan oleh Fatmawati Sukarno, Maria Ulfah Santosa, Suwarni Pringgodigdo, Artinah Syamsudin, dan lain-lain. Mereka merupakan kaum perempuan yang mewakili perempuan-perempuan di Indonesia yang ikut berjuang mengatasi kesulitan bangsa diantaranya dalam bidang kesehatan, pendidikan, keterampilan, keperluan logistik, dan lain sebagainya.
Peran Perempuan dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan
Usaha dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia salah satunya yang dapat dilakukan adalah bela negara. Bela negara merupakan hak dan kewajiban tiap warga negara. Hal tersebut tertuang pada pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” dan di pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
Pada kedua pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 tersebut, tidak ada kata-kata laki-laki maupun perempuan yang artinya bela negara merupakan hak dan kewajiban seluruh warga negara Indonesia tanpa pengecualian, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya pasal tersebut, tidak ada alasan bagi rakyat Indonesia untuk tidak terlibat dalam upaya pembelaan dan usaha pertahanan dan keamanan negara demi tetap terjaganya kedaulatan, persatuan, dan kemerdekaan negara Indonesia.
Peran perempuan dalam bela negara bukan hanya dengan menjadi Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal), Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad), maupun Wanita Angkatan Udara (Wara). Salah satu peran perempuandalam bela negara yang terkadang terlupakan oleh beberapa orang adalah dengan mencetak para generasi penerus bangsa yang berkualitas. Bukan hanya sekedar melahirkan generasi penerus bangsa namun juga mampu mendidik generasi bangsa agar para generasi penerus bangsa kelak tetap mampu dan mau mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan kemerdekaan Indonesia.
Dengan demikian, apapun profesi ataupun pekerjaan seorang perempuan maka alangkah baiknya jika perempuan-perempuan Indonesia terus didorong dan didukung untuk belajar, menempuh pendidikan, mengembangan kemampuan dan kecerdasan emosional agar mereka juga mampu menjadi tiang-tiang penyangga kemerdekaan negara Indonesia.
Penulis:
Daru Putri Kusumaningtyas, S.E., M.Han
Dosen Akademi Manajemen Administrasi Yogyakarta