Pertanian merupakan salah satu dari sekian sektor yang vital dalam keberlangsungan kehidupan manusia di Bumi. Keberlangsungan hidup diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas hidup manusia, baik secara fisik, psikologis, sosial, maupun lingkungan. Pertanian berperan penting dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, serta mengurangi kemiskinan.
Namun, pertanian juga dapat memiliki dampak yang merugikan bagi keberlangsungan hidup, terutama jika dilakukan dengan cara yang tidak berkelanjutan. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan, pemakaian lahan yang tidak teratur, serta deforestasi dan penggundulan hutan dapat merusak keseimbangan ekosistem dan mengancam keberlangsungan hidup manusia.
Islam sebagai agama yang tentunya mengatur berbagai aspek kehidupan manusia memiliki pandangan yang berusaha melangitkan aktivitas atau kegiatan pertanian yang notabene sering dikaitkan dengan kehidupan duniawi dan kosong dengan nilai spiritualitas.
Jika dalam cakrawal kosmologi masyarat Jawa ada suatu istilah Tri Hita Karana, Islam memiliki konsep hablu minallah, hablu minannas, hablu minal alam. Singkatnya kedua konsep tersebut mencari titik harmonis antara Allah, manusia, dan alam. Maka dari itu, pertanian harus memenuhi prinsip tersebut. Supaya nantinya ekosistem alam terus terjaga dan menjaga keberlangsungan kehidupan manusia dan alam.
Selain itu, Islam juga memandang bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dalam mengelola bumi. Sebagai khalifah Allah di bumi, manusia harus memperhatikan lingkungan dan ekosistem sehingga kelestarian alam dan sumber daya alam dapat terjaga dengan baik. Konsep ini dikenal sebagai tawhid al-ma’iyyah atau kesatuan ekosistem. Dalam tawhid al-ma’iyyah, semua makhluk ciptaan Allah dianggap saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, manusia harus memperlakukan alam dengan baik dan bijaksana, tidak merusak, dan tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Dalam upaya untuk mengembangkan pertanian yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, Islam juga memberikan pandangan tentang konsep agrarian reform atau reforma agraria. Konsep ini menekankan pentingnya redistribusi tanah kepada petani yang membutuhkan, sehingga mereka dapat mengembangkan pertanian dengan lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini, reformasi agraria yang dilakukan oleh pemerintah juga harus memperhatikan prinsip-prinsip Islam, yaitu keadilan dan keseimbangan. Reformasi agraria harus dilakukan dengan tujuan memperbaiki pemerataan hak atas tanah, sehingga keadilan sosial dapat terwujud. Hal ini akan berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat, terutama petani, yang merupakan kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh ketimpangan hak atas tanah. Reformasi agraria yang dilakukan harus mengacu pada prinsip-prinsip Islam yang mengajarkan keadilan, keseimbangan, dan pemerataan hak atas tanah.
Dalam konteks ini, Mawardi (2015) mengusulkan beberapa solusi dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip Islam dalam reformasi agraria. Salah satunya adalah dengan mengkaji ulang hak milik atas tanah, sehingga keadilan sosial dan pemerataan hak dapat tercapai. Selain itu, juga diperlukan upaya dalam memperkuat peran negara dalam mengatur penggunaan sumber daya alam, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan bisnis.
Secara keseluruhan, pertanian dalam Islam memiliki dimensi teologis yang sangat penting. Pertanian harus dilakukan dengan cara yang menghormati kehendak Allah SWT dan tidak merusak lingkungan alam. Pertanian juga harus dilakukan dengan cara yang menghormati hak-hak petani dan masyarakat, serta menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Dalam hal ini, pertanian dalam Islam juga menekankan pentingnya konsep ukhuwah, keadilan, dan agrarian reform dalam membangun pertanian yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Dalam praktiknya, pertanian dalam Islam juga menekankan pentingnya konsep ukhuwah atau persaudaraan. Petani diharapkan untuk saling membantu dan bergotong royong dalam melakukan kegiatan pertanian. Hal ini tercermin dalam Hadis Riwayat Ahmad dan Muslim yang menyatakan “Allah berada pada tolong-menolong hamba-Nya”. Dalam konteks pertanian, tolong-menolong ini diwujudkan dalam bentuk bergotong royong dalam mengolah lahan pertanian, membantu sesama petani yang mengalami kesulitan, dan berbagi hasil pertanian.
Islam memandang pertanian bukan dari sisi produksi saja, namun juga keseimbangan alam demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Pada prinsipnya, pertanian dalam Islam harus menjaga prinsip keadilan, ukhuwah, keseimbangan alam dalam membangung pertanian yang berkelanjutan.
Penulis:
Satrio Dwi Haryono