Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Menjajaki Dunia Spiritual Buddha Dalam Perbedaan Aliran Theravada Dan Mahayana

Patung Buddha Gautama

Bila membincangkan sebuah agama atau keyakinan pastinya akan mengacu kepada dunia spiritual. Karena dalam lingkup spiritual sesuatu hal yang diyakini “Tuhan / Dewa” adalah sesuatu hal yang tidak bisa dijangkau oleh indra manusia dalam kata lain non – empiris dan atau “Mistis”. Maka dalam hal ini jika akan menjajaki atau menjelajahi dunia buddis pasti juga akan melewati sebuah dunia spiritual karena dalam buddha selalu memberikan sebuah praktik spiritual sesuai ajaran – ajaranya. Maka dalam hal ini penulis akan memberikan sebuah penjelasan terkait dunia spiritual yang ada dalam Buddha. 

Membicarakan Buddhisme atau lebih dikenal erat oleh masyarakat dengan sebutan agama Buddha. Agama ini menempatkan diri menjadi  salah satu  agama dengan praktik spiritual sebagai inti dalam ajarannya. Dalam langkah sejarahnya Buddhisme terbagi menjadi berbagai alairan yang sangat dikenal dan memiliki perbedaan dalam segi ajaran, pandangan serta praktik spiritualnya. Sebuah aliran yang sampai saat ini terkenal adalah Theravada dan Mahayana.

Aliran Theravada atau dikenal dengan “Tradisi Elders” dikenal juga dengan sebutan “Hinayana” yang dimana aliran ini berpegang teguh pada ajaran – ajaran yang mengikuti ajaran – ajaran yang terdapat pada sutra – sutra  awal artinya aliran ini lebih mengikuti ajaran yang terdahulu tanpa adanya suatu penambahan dalam praktik spiritualnya. Sedangkan Mahayana lebih dikenal dengan” Buddhisme besar” yang dimana ajaran ini menambahkan elemen – elemen baru dalam praktik spiritualnya. Meskipun dalam aliran ini memiliki perbedaan tetapi dalam tujuan mereka tetap sama yaitu menuju nirwana atau pencerahan.

Untuk mencapai kebahagiaan atau pencerahan atau nirwana maka terdapat usaha melalui empat kebenaran mulia dan delapan jalan agung. Lantas apakah itu empat kebenaran dan delapan jalan agung? Empat kebenaran mulia dan delapan jalan agung merupakan sebuah dasar dalam Ajaran Buddhisme yang diajarkan oleh sang Buddha sebagai cara untuk mencapai pencerahan dan pembebasan dari penderitaan. Empat kebenaran mulia itu adalah Dukha artinya adalah penderitaan merupakan sifat dari keberadan manusia dan semua makhluk hidup, yang kedua adalah samudaya (kebenaran tentang asal muasal penderitaan) dalam hal ini asal muasal penderitaan adalah sebuah keinginan yang tidak terpenuhi, kemudian yang ketiga nirodha (kebenaran tentang akhir penderitaan) hal ini memiliki sebuah arti dimana sebuah penderitaan dapat diakhiri dengan dengan menghilangkan sebuah keinginan, oleh karena itu nirodha ini juga dikenal sebagai salah satu pencapaian nirwana atau dapat dikatakan sebuah keadaan yang bebas dari penderitaan dan kesengsaraan melalui sebuah meditasi dan praktik spiritual dalam buddhisme. Yang terakhir adalah magga (kebenaran tentang jalan keluar dari penderitaan). Dalam magga terdapat sebuah usaha untuk menemukan jalan keluar dari sebuah penderitaan maupun kesengsaraan.

Usaha ini merujuk kepada apa yang disebut dengan delapan jalan agung yaitu pemahaman yang benar tentang kebenaran Buddhis (samma ditthi), niat yang benar dan positif (samma ankappa), ucapan yang benar dan menghindari ucapan yang merugikan orang lain (samma vaca), tindakan positf, serta tindakan tersebut tidak merugikan bagi orang lain (samma kammanta), pekerjaan yang benar serta tidak merugikan orang lain (samma ajiva), usaha yang benar dengan sungguh – sungguh serta penuh tekad (samma vayana), kesadaran yang benar terhadap diri sendiri (samma itti), dan terakhir (samma samadhi) yang berarti fokus dan konsentrasi dengan meditasi. Dalam Buddhisme hal tersebut merupakan cara untuk mencapai pemahaman dan pencerahan mengenai sebuah kebenaran mulia dan mencapai keadaan yang bebas dari penderitaan dan kesengsaraan.

Aliran Theravada

Theravada atau juga dikenal sebagai “hinayana” yang artinya  “jalan kecil” merupakan salah satu aliran awal dalam Buddhisme yang dianggap sebagai salah satu mazhab awal dari agama Buddha yang banyak dianut  di negara – negara  seperti Sri Langka, Thailand, dan Myanmar. Mazhab ini berkembang di India sejak abad ke 3 SM, setelah kematian dari sang Buddha Gautama. Berdasarkan ajaran – ajaran dalam Buddha seperti yang terdapat dalam Pali Canon, mazhab ini mengutamakan praktik meditasi dan pencapaian dalam keadaan pencerahan sebagai salah satu tujuan akhir.

Umat Buddha selesai ibadah di Vihara

Salah satu konsep yang selalu di pegang dalam aliran ini bahwa Buddha Gautama adalah seorang manusia yang telah mencapai pencerahan melalui sebuah meditasi dan pemahaman yang mendalam tentang Dharma. Oleh karena itu, dalam mazhab ini sang  Buddha Gautama tidak dianggap sebagai dewa atau makhluk suci yang harus dipuja. Dalam konsep tersebut membedakan mazhab ini dengan agama – agama lain yang menganggap dewa atau makhluk suci sebagai objek pemujaan.

Dalam mazhab ini juga memegang sebuah keyakinan bahwa setiap tindakan yang dilakukan akan berdampak pada kehidupan di masa depan, baik dalam kehidupan saat ini maupun di masa yang akan datang. Konsep ini disebut sebagai karma, yaitu hukum tindakan dan akibat. Dalam mazhab ini, penting bagi setiap umat Buddha untuk melakukan tindakan yang baik dan menghindari tindakan yang buruk, karena setiap tindakan tersebut akan mempengaruhi kehidupan di masa depan.

Selain konsep karma, mazhab Theravada juga mengajarkan tentang konsep dukkha, yaitu penderitaan atau ketidakpuasan dalam kehidupan. Konsep ini menunjukkan bahwa semua bentuk keberadaan dalam kehidupan, baik itu materi atau spiritual, tidak bisa memberikan kebahagiaan yang abadi dan penuh makna. Dukkha sering diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, atau ketidaknyamanan, tetapi konsep ini lebih luas dari sekedar rasa sakit atau kesedihan fisik.

Dukkha mencakup semua bentuk ketidakpuasan dan kecemasan dalam kehidupan, baik yang berasal dari keinginan yang tak terpuaskan, kehilangan orang yang dicintai, atau keadaan-keadaan sulit lainnya. Menurut mazhab Theravada, dukkha merupakan salah satu dari tiga karakteristik keberadaan (tilakkhana) yang mencakup ketidakkekalan (anicca) dan ketiadaan diri (anatta). Konsep-konsep ini dianggap sebagai kunci untuk memahami hakikat keberadaan dan bagaimana mencapai kebebasan dari dukkha.

Aliran Mahayana

Aliran Mahayana merupakan salah satu aliran besar dalam agama Buddha, yang muncul pada abad pertama masehi di India. Aliran ini memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari aliran-aliran Buddha lainnya, seperti Theravada dan Vajrayana. Beberapa ciri khas dari aliran Mahayana meliputi bodhisattva ideal, sutra mahayana, pemujaan buddha, emptiness, dan upaya simultan.

Bodhisattva ideal adalah sosok yang menjadi sangat penting dalam Mahayana. Bodhisattva didefinisikan sebagai sosok yang memiliki tekad untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan, dan siap berinkarnasi berulang kali untuk membantu makhluk-makhluk tersebut mencapai pencerahan.

Konsep bodhisattva dalam Mahayana sangat berbeda dengan konsep arahant dalam Theravada, yang lebih berfokus pada pencapaian pencerahan diri. Pada sutra mahayana juga menjadi karakteristik khusus dari aliran Mahayana. Sutra-sutra ini dianggap khusus untuk praktisi Mahayana, dan sering kali memiliki pesan-pesan yang lebih luas dan umum daripada sutra-sutra dalam aliran Theravada. Beberapa sutra penting dalam aliran Mahayana termasuk prajnaparamita sutra, lotus sutra, dan vimalakirti sutra.

Ummat Buddha

Pemujaan Buddha dan bodhisattva adalah praktik penting dalam aliran Mahayana, di mana praktisi sering kali melakukan doa, ritual, dan penyembahan terhadap sosok Buddha dan bodhisattva. Hal ini berbeda dengan aliran Theravada, di mana pemujaan diarahkan lebih kepada ajaran Buddha daripada sosok Buddha itu sendiri.

Shunyata atau emptiness juga menjadi ciri khas dalam aliran Mahayana. Konsep ini mengajarkan bahwa semua fenomena di dunia ini tidak memiliki keberadaan yang sejati atau permanen, melainkan bersifat kosong atau tidak berdiam di satu tempat. Konsep ini memiliki pengaruh yang besar dalam aliran Mahayana, terutama dalam pengembangan pemahaman tentang sifat hakikat keberadaan.

Dalam upaya simultan juga menjadi penting dalam aliran Mahayana. Konsep ini mengajarkan bahwa mencapai pencerahan tidak hanya bergantung pada usaha sendiri, tetapi juga membutuhkan bantuan dari makhluk-makhluk lainnya, terutama dari para bodhisattva. Oleh karena itu, praktisi Mahayana sering kali mempersembahkan upaya mereka untuk membantu makhluk-makhluk lain mencapai pencerahan.

 Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa aliran Mahayana sangat penting dalam pengembangan agama Buddha dan memiliki pengaruh yang besar di seluruh dunia. Selain itu, aliran ini juga menekankan pada pentingnya pengembangan sikap Welas Asih dan kepedulian terhadap makhluk-makhluk lain sebagai bagian dari praktik spiritual yang utama.

Di dalam aliran Mahayana, terdapat berbagai teknik meditasi, seperti meditasi kosong (emptiness), meditasi kebijaksanaan, meditasi kasih sayang, dan meditasi lainnya yang bertujuan untuk membantu praktisi mencapai pencerahan. Selain itu, Mahayana juga menekankan pentingnya mengembangkan karakter positif, seperti kesabaran, kerendahan hati, kemurahan hati, dan lain-lain. Dalam praktiknya, aliran Mahayana telah memberikan banyak sumbangan bagi masyarakat, terutama melalui pengembangan pusat-pusat keagamaan, pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Banyak komunitas Mahayana yang secara aktif terlibat dalam kegiatan sosial dan bantuan kemanusiaan, termasuk pembangunan sekolah, panti asuhan, dan lembaga-lembaga amal lainnya. Dalam konteks keberagaman dan toleransi, aliran Mahayana juga sangat menghargai perbedaan keyakinan dan memandang semua agama sebagai jalan yang sah untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian. Oleh karena itu, aliran ini juga memperkuat kerukunan antar umat beragama dan mempromosikan perdamaian dan harmoni di antara seluruh umat manusia.

Dapat dikatakan bahwa aliran Mahayana ini memiliki wujud nilai-nilai yang sangat penting dan relevan bagi kehidupan manusia pada masa kini. Dengan menekankan pada pencerahan dan kepedulian terhadap makhluk lain, aliran ini memberikan sebuah pandangan yang positif dan berkelanjutan bagi pengembangan spiritualitas dan kemanusiaan.

Dalam narasi yang dibuat, penulis akan mencoba memberikan sebuah kesimpulan. Dimana Buddhisme adalah sebuah ajaran yang berasal dari India dan memiliki dua aliran utama, yaitu Theravada dan Mahayana. Aliran Theravada mengajarkan konsep karma dan dukkha, serta menekankan pentingnya pengembangan pencerahan individual untuk mencapai nirwana. Sementara itu, aliran Mahayana menekankan pentingnya mengembangkan sikap welas asih dan kepedulian terhadap semua makhluk, serta menekankan pentingnya mencapai pencerahan untuk membantu semua makhluk mencapai kebebasan dari penderitaan.

Kedua aliran ini memiliki perbedaan dalam pandangan dan praktik spiritual, namun keduanya sama-sama memiliki pengaruh yang besar dalam pengembangan agama Buddha dan mempromosikan perdamaian dan harmoni di antara seluruh umat manusia. Di samping itu, kedua aliran ini juga memberikan banyak sumbangan bagi masyarakat melalui pengembangan pusat-pusat keagamaan, pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Dalam konteks keberagaman dan toleransi, kedua aliran ini menghargai perbedaan keyakinan dan memandang semua agama sebagai jalan yang sah untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian. Oleh karena itu, baik aliran Theravada maupun Mahayana memiliki nilai-nilai yang sangat penting dan relevan bagi kehidupan manusia pada masa kini.

Penulis:

Ibnu Nurrochim

Mahasiswa UIN Raden Mas Said

Bagikan

Cari Berita

Search

Berita Terbaru

dsss
Santri dan Media: Menyelaraskan Tradisi dan Teknologi
LLLLL
Menyelaraskan Tujuan Pembelajaran dengan Kesejahteraan Ps...
Sumber. Inews.id
Dari Desa Nepo ke Pasar Nasional: Sukses Kacang Nepo Berk...
rrrss
Dari Siwaslih hingga Sigaplapor: Teknologi Bawaslu Siap K...
WhatsApp Image 2024-11-24 at 10.26.46 PM
Seruan FKUB Jateng: Tolak Politik Uang, Hindari Politisas...

Kirim Artikel